2.22.2014

Jangan Salahkan Islam.. :@

Hampir di setiap kesempatan mengisi acara remaja, saya selalu memberikan pertanyaan di awal pembahasan materi, atau di pertengahan, termasuk menjelang akhir penyampaian materi. Pertanyaan sederhana dan saya sekadar ingin mengetahui tingkat pengenalan dan pengetahuan mereka terhadap Islam. Umumnya saya menyodorkan pertanyaan yang kira-kira gampang dijawab. Misalnya meminta mereka untuk menyebutkan nama-nama sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. selain Khulafa ar-Rasyiddin. Eh, tapi malah banyak juga yang menjawab Ali bin Abi Thalib ra, Umar bin Khaththab ra, Usman bin Affan ra, dan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Halah, entah mereka tidak mendengar pertanyaannya atau memang nggak tahu nama-nama sahabat mana saja yang tergolong al-Khulafa ar-Rasyidin dan sahabat mana yang bukan termasuk Khulafa ar-Rasyiddin.
Ada pula yang malah sama sekali nggak tahu nama-nama putri Rasulullah saw. Waduh, memprihatinkan memang. Tapi ketika ditanyakan nama-nama selebritis remaja, banyak yang serentak menjawab tahu dan menyebutkan namanya. Halah, musibah besar ini. Tapi yang jelas, pertanyaan seputar nama-nama sahabat Rasullah saw. itu rupanya merepotkan mereka. Bukan hanya di satu tempat lho. Tapi merata di seluruh tempat yang pernah saya kunjungi untuk mengisi acara remaja tersebut. Saya kemudian berpikir, bagaimana dengan pengetahuan mereka tentang Islam yang lebih dalam: fikih, syariat, dan akidah? Allahu’alam.
Sobat gaulislam, kondisi kita saat ini memang sudah sangat memprihatinkan. Baik luar maupun dalam. Faktor eksternal (luar) adalah tidak tersampaikannya informasi Islam dengan benar dan baik. Media massa umum lebih ‘senang’ menyampaikan informasi tentang Islam yang dianggapnya tidak baik menurut ukuran mereka. Isu terorisme yang secara tidak langsung pemberitaannya mengarah kepada keterkaitan kelompok tertentu dalam Islam yang harus bertanggungjawab terhadap teror tertentu. Lha, Islam memang sampai, tapi dengan persepsi yang buruk akibat ulah pelaku media massa yang melanggar aturan yang mereka buat sendiri dalam kaidah jurnalistik, yakni memberi opini sesuai keinginannya, bukan menyampaikan berita sebagai fakta apa adanya yang harus disampaikan.
Nah, faktor internalnya adalah, kelemahan kita sebagai muslim yang kayaknya jauh banget dengan Islam. Ada jurang luas membentang yang memisahkan kaum muslimin dengan Islam. Hal ini terjadi akibat melemahnya ikatan kaum muslimin terhadap Islam. Awalnya, sangat boleh jadi ketika lunturnya tradisi keilmuan di kalangan kaum muslimin. Akibatnya, karena malas belajar Islam kaum muslimin jadi nggak ngerti dengan Islam yang menjadi agamanya. Wajar kan kalo ada jarak yang sangat lebar antara Islam dengan kaum muslimin. Mengenaskan sekali.
Itu sebabnya, melihat fakta dari cerita di awal tulisan ini, kita seharusnya bisa menyadari bahwa kondisi remaja yang nggak ngeh dengan nama-nama sahabat Rasulullah saw. tersebut atau masyarakat pada umumnya yang nggak ngeh dengan Islam dan ajarannya, bukanlah murni seratus persen salah mereka. Tapi ini lebih karena lingkungan saat ini memang nyaris tak memberikan tempat untuk informasi Islam, bahkan sekadar untuk mengenalkan tokoh-tokoh para sahabat Rasulullah saw. yang bisa dijadikan teladan bagi kita saat ini. Media massa lebih fokus dan giat bekerja untuk memberikan informasi kekinian yang memang bertabur fakta dan data produk kehidupan saat ini yang didominasi oleh Kapitalisme-Sekularisme.
Masa’ sih? Hehehe.. jangan kaget dan nyolot gitu dong. Coba aja perhatiin acara-acara televisi yang nyiarin acara keislaman. Sangat sedikit kalo nggak mau dibilang nggak ada. Bukan tak ada sama sekali. Ada sih acara-acara keislaman, tapi ditaronya menjelang shubuh atau sesaat setelah azan shubuh. Dimana orang yang baik-baik lagi persiapan pergi ke masjid untuk shalat shubuh berjamaah, atau setidaknya lagi persiapan untuk shalat shubuh di rumah untuk kemudian berangkat kerja pagi bagi yang udah kerja. Bagi mereka yang abis begadang nonton sepakbola liga Eropa atau begadang main gaple ya jam segitu masih ngorok dengan tenang sambil ngimpi menang judi. Jadinya banyak yang nggak bisa nonton tuh acara. Setelah jam 6 pagi, jangan harap deh ada televisi yang nayangin siaran ceramah agama Islam. Palingan kalo Ramadhan aja kali ya yang frekuensi waktunya jadi meningkat.
So, wajar aja kalo kita lebih kenal nama-nama selebritis karena gosipnya hampir tiap hari. Udah gitu, tradisi belajar kaum muslimin juga terkategori melempem. Silakan aja bandingkan dengan acara konser musik. Jamaah yang hadir mendengarkan pengajian nggak sebanyak yang jejingkrakan nonton konser musik dari grup musik pujaannya. Jarang banget melihat ada remaja yang menjadi jamaah pengajian berebut tempat paling depan. Umumnya nyari tempat strategis untuk menyendiri dalam kantuk. Maka, dipilihlah tembok atau tiang buat nyender. Yeee… beda banget dengan mereka yang sregep berebut tempat paling depan saat nonton konser musik meski udah diusir-usir sama penjaga keamanan panggung. Tetep aja ngotot biar dapetin tempat strategis untuk memfoto idolanya atau sekadar bisa salaman. Astaghfirullah…

Salah paham tentang Islam
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, ada lagi penyakit yang menerpa kaum muslimin saat ini, yakni salah paham terhadap ajaran Islam. Intinya, Islam nggak dipahami dengan benar dan baik oleh kaum muslimin. Mengapa ini bisa terjadi? Setidaknya ada tiga faktor. Pertama, kaum muslimin salah mengambil jalan hidup, bukan Islam yang diambil, tapi ideologi selain Islam. Mereka menganggap bahwa Islam tak bisa menjadi alat perjuangan, sehingga tak perlu dilibatkan mengatur kehidupan. Kedua, kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Ketiga, adanya upaya sistematis mengaburkan pemahaman Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam melalui tokoh-tokoh yang berasal dari kaum muslimin hasil didikan musuh-musuh Islam. Jadinya, lengkap sudah penderitaan kaum muslimin saat ini.
Faktor pertama yang memicu salah paham tentang Islam adalah karena kaum muslimin salah dalam mengambil jalan hidup. Halah, ini sih pastinya bukan cuma salah paham, tapi yang jelas udah salah jalan, karena salah mengambil sumber informasinya. Kayak orang mau bepergian ke suatu tempat, tapi peta jalannya salah. Ya, nggak nyampe tujuan. Tul nggak?
Beberapa bukti atas fakta ini adalah, banyaknya kaum muslimin yang memperjuangkan feminisme, demokrasi, sekularisme, kapitalisme, bahkan sosialisme dengan menganggap bahwa  hal itu lebih relevan untuk saat ini. Waduh, celaka banget tuh. Sebab, sejatinya ide-ide itu bertentangan dengan Islam dan bahkan menentang Islam. Itu tahapan idenya. Akibatnya dalam tataran praktik, nggak sedikit kaum muslimin yang bangga menyandang istilah “Kiri” (baca: kaum sosialis) hingga akhirnya mereka berjuang di masyarakat dengan cara-cara seperti yang dilakukan kaum sosialis (misalnya unjuk rasa anarkis dan menggunakan kekerasan fisik), ideologinya pun ya sosialisme-komunisme. Padahal dirinya muslim, lho. Kadang ada yang masih suka shalat juga.
Oya, nggak sedikit pula dari kaum muslimin yang merasa sudah menjadi manusia seutuhnya ketika memperjuangkan demokrasi. Maka, seks bebas tumbuh subur, pergaulan bebas antara laki dan perempuan jadi tradisi, pengingakaran terhadap agama juga marak. Menyedihkan sekali bukan? Inilah buah dari salah mengambil informasi jalan hidup, karena menganggap Islam tak mampu menyelesaikan kehidupan hingga akhirnya memilih kapitalisme dan juga sosialisme. Hmm.. kasihan banget!
Sobat gaulislam, untuk faktor kedua yang memungkinkan munculnya salah paham terhadap Islam adalah kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Setengah-setengah, gitu lho. Kasarnya sih, apa saja dari Islam yang menurutnya baik dan menyenangkan diambil, sementara yang bikin ribet bagi dirinya ditinggalin jauh-jauh. Ini namanya pilah-pilih sesuka nafsunya. Bukan atas pertimbangan akidah dan syariat Islam. Superkacau banget kan pemahamannya?
Shalat akan dilaksanakan kalo dengan shalat ia merasa tentram dan tenang. Jadi bukan atas pertimbangan hukum syara dan ketataan kepada Allah Ta’ala dalam melaksanakan shalat, tapi karena shalat membuat dia tenang. Itu sebabnya, ia akan mengambil ajaran Islam tentang shalat. Tapi jika menurut hawa nafsunya ajaran shalat itu bisa mengganggu aktivitasnya berbisnis, maka ia akan tinggalkan shalat itu. Karena menganggap waktu shalat itu mengganggu urusan penting yang dia kerjakan. Daripada memilih menghentikan sementara kepentingan bisnisnya untuk shalat, ia malah memilih kepentingan bisnis dan meninggalkan shalat.
Hmm.. bisa juga kasusnya adalah dalam berbagai produk syariat yang ada dalam Islam tapi dipilih-pilih juga sesuka hawa nafsunya. Sangat boleh jadi ada kaum muslimin yang rajin shalatnya. Benar memang, karena sudah melaksanakan salah satu ajaran Islam. Tapi, ia membenci ajaran Islam yang lain seperti aturan tentang bolehnya poligami. Setengah mati ia meneriakkan protes bahwa poligami itu menyengsarakan kaum perempuan. Ini kan aneh yang bapaknya ajaib alias aneh bin ajaib. Iya kan? Padahal, syariat tentang poligami ada dalam Islam. Meski derajat hukumnya hanya sebatas mubah dan itu pun bagi yang mampu saja mengamalkannya.
Itu sebabnya, setengah-setengah dalam mempelajari Islam berdampak tidak utuhnya pemahaman tentang Islam. Tanggung, gitu lho. Bukan tak mungkin pula jika akhirnya marak bermunculannya para pelaku malpraktik dalam ajaran Islam. Hukum yang wajib dilakukan malah ditinggalkan, tapi yang sunah dikerjakan seolah menjadi kewajiban. Contohnya, banyak para wanita yang getol shalat sunnah tahajjud, tapi kalo keluar rumah rambutnya dibiarkan bebas tanpa ditutupi kerudung dan bagian tubuhnya dengan sukses dilihat orang lain karena tak menutup aurat dengan sempurna. Piye iki? Harusnya kan yang wajib dilakukan, yang sunnah juga dikerjakan semampunya. Inilah yang disebut malpraktik alias salah prosedur dalam menjalankan syariat Islam, Bro.
Nah, mengenai faktor ketiga yang sangat mungkin memicu terjadinya salah paham terhadap Islam adalah banyaknya cendekiawan muslim yang menyampaikan Islam dengan pemahaman yang keliru. Islam yang disampaikan itu sudah dimodifikasi terlebih dahulu, sesuai selera dan keinginan mereka yang dipesankan dari musuh-musuh Islam. Mungkin saja cendekiawan muslim yang menyebarkan pemahaman Islam yang keliru ini nggak nyadar kalo dirinya diperalat oleh musuh-musuh Islam, atau bisa saja mereka tahu bahwa yang disampaikannya itu keliru tapi karena demi jabatan atau harta berlimpah yang dijanjikan kalangan tertentu yang membenci Islam, akhirnya ya mereka lakukan juga tugas salahnya tersebut.
Sobat gaulislam, bagi cendekiawan yang nggak nyadar kalo mereka udah menyampaikan Islam secara keliru, karena ia mempelajari Islam dari sumber yang salah. Ada semacam penyusup yang seolah-olah tahu dan paham Islam, tapi karena dianggap ulama atau cendekiawan akhirnya omongannya didengar meskipun sebenarnya menebarkan racun. Contohya, jihad diartikan sempit hanya secara bahasa yang bermakna sungguh-sungguh. Jihad menurut bahasa (haqiqah al-lughawiyah), sebagaimana dituturkan oleh Imam Naisaburi dalam kitab tafsirnya, adalah: “Mencurahkan seluruh tenaga untuk memperoleh maksud (yang dikehendaki).” (Dr. Muhammad Khair Haikal, al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasati as-Syar’iyyah,jilid I/40). Definisi jihad menurut bahasa sangat umum, sehingga apapun usaha seseorang, dengan motivasi baik atau buruk sekali pun, bisa tergolong jihad.
Namun, Islam telah meletakkan kata jihad dengan pengertian syara’ (haqiqah as-syar’iyyah). Ratusan kata jihad tersebar di dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Dan pelaksanaan aktivitas jihad memiliki metode dan cara-cara tersendiri yang telah diatur secara sempurna oleh ajaran Islam. Dari sinilah muncul pengertian bahwa kata jihad memiliki makna syar’iy. Pengertian jihad menurut syara adalah:”Mencurahkan seluruh tenaga untuk berperang di jalan Allah, baik langsung maupun dengan cara membantunya dengan harta benda, pendapat, atau mendukung logistik (perbekalan), dan lain-lain.” (Ibnu ‘Abidin, Rad al-Muhtar, jilid III/336)
Jika demikian halnya, maka mana pengertian jihad yang lebih layak digunakan oleh kaum muslimin? Untuk memperoleh jawabnya, cukuplah kita merujuk pada perspektif syariat Islam.  Para ahli ushul fikih telah menyinggung kaidah: ”Makna syar’iy lebih utama diambil berdasarkan pengertian syara, dari pada pengertian bahasa maupun ‘urf” (‘Atha bin Khalil, Taysir al-Wusul ila al-Ushul, hlm. 296) 
Itu sebabnya, istilah jihad lebih layak digunakan berdasarkan pengertian syara, bukan berdasarkan pengertian bahasa. Jadi, jihad artinya adalah perang melawan orang-orang kafir yang memusuhi Islam.
Akibat salah persepsi ini, kaum muslimin nggak mau lagi ngomongin jihad dalam pengertian perang (apalagi melakukannya?) karena toh sudah bisa disebut jihad dengan melakukan suatu perbuatan asalkan sungguh-sungguh melakukannya. Ini jelas kekaburan makna dari aslinya. Sangat membahayakan pemikiran tuh!
Ini baru satu contoh lho. Belum yang lainnya seperti ada cendekiawan muslim yang berusaha keras memperjuangkan sekularisme, getol mendakwahkan demokrasi, nggak lelah terus menyebarkan liberalisme dalam Islam. Apakah mereka ulama? Ya, jika dilihat dari keilmuannya sangat boleh jadi mereka ulama. Tapi seperti kata Rasulullah saw. ulama itu ada dua jenis: ulama yang benar dan baik, tapi juga ada ulama yang jahat dan buruk perbuatan maupun pemikirannya. Waspadalah terhadap tipe jenis ulama yang jahat ini.
Oya, apakah ini salah Islam? Nggak kok. Ini murni salah pelakunya. Entah tanpa disadarinya atau disadarinya dengan sangat. Sebab, yang jelas adalah kesalahan dari mereka yang menyebarkan Islam dengan informasi yang keliru. Akibatnya, tentu banyak kalangan awam dari kaum muslimin yang mengikuti apa yang disampaikan ulama jahat ini dengan alasan hal itu memenuhi selera liberalnya sebagai muslim yang nggak mau terikat ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa agama hanya urusan pribadi dan tentunya negara nggak boleh sama sekali menerapkan aturan negara berdasarkan aturan agama untuk ngurus rakyat. Ya, inilah sekularisme, sobat. Berbahaya! Jauhi!

Gaul Islam :v

Wah, nggak kerasa ya udah bulan Februari. Di hari-hari ini, kalo kita pergi ke mal, toko souvenir, atau supermarket besar, hampir bisa dipastiin, interior ruangannya dipenuhi beragam pernak-pernik: ada pita, bantal, guling (sekalian aja selimut, kasur, ranjang, hehehe…) berbentuk hati. Ada juga boneka beruang, aneka coklat, atau rangkaian bunga yang didominasi dua warna: pink dan biru muda. Ini bukan karena toko, mal atau supermarketnya keabisan stok warna lain lho. Tetapi konon pink itu melambangkan kepribadian cewek en biru muda melambangkan kepribadian cowok. Lha kalau saya suka warna hitam, kira-kira saya termasuk kepribadian yang mana ya? Weleh-weleh, nggak jelas tuh filosofinya.
Nah, sobat gaulislam, kamu pasti paham dong kenapa mal, toko en supermarket disulap demikian? Yup! Kamu pintar! Sebentar lagi kebanyakan anak-anak muda seluruh dunia akan merayakan “Hari Kasih Sayang” atau yang lebih tenar diistilahkan dengan Valentine’s Day. Momentum ini sangat disukai anak-anak remaja, terutama remaja perkotaan. Karena di hari itu, 14 Februari, mereka terbiasa merayakannya bersama orang-orang yang dicintai atau disayanginya, terutama kekasih. Valentine’s Day memang berasal dari tradisi Barat, namun sekarang momentum ini dirayakan di hampir semua negara, tak terkecuali penduduk di negeri-negeri muslim besar seperti Indonesia.
Meskipun budaya ini lebih ngetren di perkotaan, tapi ternyata Valentine’s Day juga udah ‘mangkal’ di kampung-kampung. Biasanya, hari yang digandrungi remaja ini dirayakan oleh mereka dengan pergi ke kota. Salah satunya seorang gadis remaja sebut saja Mawar (15) warga Kampung/Desa Simpar Kecamatan Cipunagara. Gara-gara latah meniru budaya Valentine’s Day, gadis yang masih kelas II SMP ini  harus kehilangan keperawanannya secara paksa oleh pacar dan teman-temannya yang berjumlah 4 orang. Begitulah Valentine’s Day. Hari yang dianggap kasih sayang ini nyatanya adalah hari ajang maksiat. Buktinya, menurut BKKBN, selain laku keras pada malam pergantian tahun baru, kondom juga laris manis pada momen Valentine’s Day. Bahaya!

Background historis Valentine’s Day
Bro en Sis rahimakumullah, menurut sejarah, Valentine’s Day itu berasal dari seorang pemuda yang bernama Saint (Santo) Valentine, yaitu seorang yang dianggap suci oleh kalangan Kristen yang menjadi martir karena menolak untuk meninggalkan agama Kristiani. Jauh sebelum itu, Valentine’s Day merupakan tradisi Romawi Kuno. Saat itu, pada pertengahan bulan Februari dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Di Romawi Kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia yang dipersembahkan untuk Dewa Lupercus atau dewi kesuburan.
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal 13-18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari), dipersembahkan untuk dewi cinta bernama Juno Februata.
Nah, keesokan harinya, 15 Februari, mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan serigala. Selama upacara ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit binatang. Para perempuan itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena menganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik en subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme (berhala) ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.
Saat itu, Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusi pun dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.

Back to Islam
Sobat gaulislam, kalau pun Hari Valentine masih dihidup-hidupkan hingga sekarang, bahkan ada kesan kian meriah, itu nggak lain adalah upaya para pengusaha yang bergerak di bidang pencetakan kartu ucapan, pengusaha hotel, pengusaha bunga, pengusaha penyelenggara acara, dan sejumlah pengusaha lain yang telah meraup keuntungan sangat besar dari event itu. Jadi kalo temen-temen ngerayain Valentine’s Day, itu sama aja ngasih keuntungan besar bagi para pengusaha serakah ini.
Lagipula, sebagai seorang muslim, kita wajib terikat dengan hukum-hukum Allah. Islam yang keren ini punya seperangkat aturan yang bisa nyelesain semua masalah kamu tanpa kecuali. Kalau sampai kamu nggak tahu, itu karena kamu kudet alias kurang update aja ama Islam. Ayo ngaku! Update status galau di FB ama twiteran aja sih! Hehehe…
Banyak remaja muslim yang latah ikut tren budaya Barat dan ikut merayakan hanya karena takut dianggap kuno, ketinggalan zaman, kampungan atau ndeso. Tapi, nggak sedikit juga lho yang tahu kalo sebenarnya Valentine’s Day itu merupakan budaya non muslim. But, karena alasan gengsi jadi ikut ngerayain. Bahaya!
Padahal Islam mengharamkan umatnya untuk melakukan suatu perbuatan tanpa tahu status hukumnya. Islam juga sangat melarang sikap tasyabbuh (meniru budaya atau gaya hidup orang-orang kafir), baik dari segi ucapan, tingkah laku, maupun cara bermode. Seperti sabda Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka” (HR Abu Dawud)
Hadis ini mengisyaratkan bahwa meniru-niru budaya orang lain yang tak sesuai dengan ajaran Islam memiliki risiko yang demikian tinggi sampai-sampai orang tersebut akan dianggap sebagai bagian dari orang yang ditiru. So, jangan karena hanya merasa banyak orang yang melakukan atau banyak orang yang merayakan, terus kita jadi ikut-ikutan ngerayain. Padahal nggak ada jaminan kan, kalo dilakuin banyak orang itu adalah tindakan yang benar? Kayak orang di rumah sakit jiwa, kan dominan adalah pasiennya. Masa’ para dokter pengen ikutan gila karena banyak yang gila? Allah udah jelas-jelas memperingatkan kita dalam firman-Nya, “…dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS al-An’aam [6]: 116)
Allah juga melarang kita mengikuti atau mengerjakan sesuatu yang kita nggak punya pengetahuan tentang itu. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam FirmanNya, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban(QS al-Israa [17]: 36)
Begitulah sobat gaulislam, Allah Ta’ala itu nggak menghendaki kaum muslimin menjadi “buntut” budaya lain yang berbenturan nilai-nilainya dengan Islam. Peringatan Allah Ta’ala pada ayat di atas memberikan pencerahan pada kita semua bahwa Islam dengan ajarannya yang universal harus dijajakan dengan rajin pada dunia. Agar manusia mengenal Islam dengan cara yang benar en Islam kembali menjadi kiblat peradaban dunia. Insya Allah.

Hakikat cinta
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Allah Ta’ala itu sangat mencintai hamba-Nya. Bukti kecintaan Allah Ta’ala adalah Dia menciptakan bumi tempat kita tinggal agar nyaman untuk umat manusia tinggali. Allah juga menurunkan al-Quran sebagai petunjuk hidup manusia. Di dalamnya, nggak terdapat secuil pun cacat cela atau keraguan. Al-Quran memang benar-benar kalamullah dan merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (lihat al-Baqarah ayat 2).
Islam punya aturan bahkan untuk urusan cinta. Islam nggak melarang seseorang untuk jatuh cinta. Hanya saja, Allah mengarahkan agar cinta itu bukan untuk bermaksiat. Bukan cinta yang nggak punya malu, apalagi sampai diliputi hawa nafsu. Akan tiba saatnya teman-teman untuk menemukan cinta yang tepat, dari orang yang tepat dan pada waktu yang tepat. InsyaAllah. Luruskan niat, maksimalkan ikhtiar, dan tetap berharap ridho Allah Ta’ala.
Adapun cinta sejati adalah hanya kepada Allah. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam hadis qudsi, Allah berfirman,”Aku tergantung prasangka hambaKu. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, niscaya Aku juga akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mendekatiku dalam jarak sejengkal, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepadaKu dalam keadaan berjalan, niscaya Aku akan datang kepadanya dalam keadaan berlari.” (Mutafaq ‘alaih)
Sobat gaulislam, apalagi yang ditunggu? Udah saatnya kamu menyerahkan cinta dan kasih sayangmu kepada Yang Maha Mencintai dan Maha Mengasihi dengan menjadikan Islam sebagai satu-satunya jalan kehidupan. Katakan kepada dunia bahwa kita bangga terhadap Islam. Katakan kepada dunia bahwa kita puas dengan aturan Islam. Say with lovebut No Valentine’s Day!
Letter M Islam Mosque